ROTE NDAO - Terkait dengan polemik berkepanjangan soal dugaan penutupan akses masuk lokasi wisata pantai Bo'a di Desa Bo'a, Kecamatan Rote Barat, yang dilakukan oleh pihak PT Boa Development, Masyarakat Desa Bo'a pun akhirnya surati Bupati Rote Ndao.
Sesuai dengan informasi yang diterima media ini, surat tersebut di tandatangani oleh 7 orang tokoh masyarakat bersama 100 orang masyarakat Desa Bo'a. Dalam surat tersebut, masyarakat Desa Bo'a mengajukan Tuntutan Pengembalian Akses Jalan Umum Ke Kawasan Pantai Wisata Bo'a yang ditutup oleh pihak PT Bo'a Development dan Nihi Rote. Dalam surat tersebut juga dijelaskan sejarah singkat awal mula masyarakat Desa Bo'a menghibahkan tanah mereka seluas 7 Hektar kepada Pemda Rote Ndao yang belakangan diketahui bahwa tanah tersebut telah diberikan Hak Pakai oleh dari Pemda Rote Ndao kepada PT Bo'a Development.
Dalam surat tersebut juga di uraikan bahwa awalnya pada tahun 1997 masyarakat Desa Bo'a dan Pemerintah menyepakati dibangun akses ke Pantai Bo'a, dari Jalan Raya (Samping Lapangan Bola Kaki) dengan Sumber anggaran yang digunakan adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dalam pekerjaan jalan tersebut turut melibatkan swadaya dari masyarakat guna membuka akses jalan ke pantai Bo'a secara terbuka untuk umum. Hal itu berdampak positif bagi penyelenggaraan Event Selancar Internasional, yakni Rote Island Surf Exhibition Tahun 2000, Rote Open tahun 2002, Rote Open tahun 2004, Billabong Rote Open tahun 2008, Billabong Rote Open 2009, serta secara berturut-turut Pemerintah Rote Ndao membangun kemitraan penyelenggaraan Lomba Selancar Tingkat Nasional tahun 2012 hingga tahun 2017.
Kemudian Pada Tahun 2010 Pemerintah Kabupaten Rote Ndao melalui Dinas Pariwisata melakukan pendekatan dan negosiasi dengan para pemilik tanah di lokasi tersebut dan disepakati lahan seluas kurang lebih 7 Hektar diserahkan untuk dijadikan sebagai venue penyelenggaraan Event Selancar. selanjutnya akan dibangun fasilitas penunjang pariwisata yang mana pengelolaannya diserahkan kepada kelompok masyarakat (Pemilik Tanah). Namun kesepakatan itu tidak ditindak lanjuti. Pemda Rote Ndao malah menyerahkan pemanfaatan lahan Kepada PT. Boá Development berdasarkan Nota Kesepahaman Nomor : HK.50 Tahun 2011, dan Nomor: 03/BO'A/PK/XI/2011, Tentang Pembangunan dan Pengelolaan Resort Pantai Bo'a di Kecamatan Rote Barat, dan Nota Kesepahaman tersebut di tandatangani oleh Panji Adhikumoro Soeharto sebagai Direktur Utama PT Boa Development dan dari Pemda Rote Ndao ditandatangani oleh Mantan Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, MM. Dalam Nota Kesepahaman tersebut, Pemda Rote Ndao menyerahkan sertifikat hak milik atas tanah lokasi resort pantai Bo'a seluas 61.783 m² dan menjamin PT Boa Development atas penyerahan hak pengelolaan/ hak pakai lokasi tersebut. Namun belakangan diketahui bahwa ternyata tanah tersebut yang tercatat dalam sertipikat tanah hanya seluas 55.125 m² saja.
Selanjutnya pada tahun 2018 lalu melalui APBD Rote Ndao dilakukan pembangunan jalan lingkar Bo'a pada ruas Rinalolon - Ndorobonggo yang sebagian anggaran di alihkan untuk pembangunan jalan lapen sepanjang 250 meter dari Jalan Raya (lapangan bo'a) menuju ke lokasi Pembangunan Hotel dari PT Boa Development dimana waktu itu juga Pemerintah meminta ijin dari 5 orang tuan tanah dan di ijinkan dibangun jalan lapen tersebut dengan syarat Pemerintah harus membuka jalan untuk masyarakat bisa mengakses ke Pantai Bo'a, dan apabila dikemudian hari pemerintah tidak membuka akses jalan ke Pantai Bo'a maka masyarakat penghibah tanah akan menutup jalan lapen tersebut.
Namun ironisnya, pada 12 September 2024 lalu pihak PT Bo'a Development malah secara sepihak menutup atau memblokir jalan sertu menuju pantai Bo'a yang telah dibangun sejak tahun 1997 lalu yang juga melibatkan swadaya masyarakat pada waktu itu. Pihak PT Bo'a Development juga memasang plang atau papan pengumuman bertuliskan "Zona Konstruksi Tanah Pribadi, Dilarang Masuk". Pemblokiran jalan tersebut berdampak buruk bagi masyarakat Desa Bo'a yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan petani rumput laut kesulitan mengakses ke pesisir pantai, hal tersebut juga di alami oleh para wisatawan lokal dan turis mancanegara yang ingin berwisata ke Pantai Bo'a. Atas hal itu, masyarakat Desa Bo'a pun menyurati Bupati Rote Ndao agar bisa mendapatkan solusi terbaik atas polemik tersebut.
Sementara itu, mantan Kepala Desa Bo'a, Filipus Tassi saat di jumpai media ini di kediamannya di Desa Bo'a menjelaskan bahwa waktu pelepasan hak atas tanah dari masyarakat kepada Pemda Rote Ndao, dirinya masih menjabat sebagai Kepala Desa.
Filipus mengungkapkan bahwa polemik akses jalan masuk ke pantai Bo'a sudah beberapa coba di mediasi oleh pemerintah kecamatan juga pemerintah desa bersama pihak PT Bo'a Development.
"Sebenarnya ada jalan yang dibuka oleh tuan tanah lewat samping hotel itu, tapi pemerintah belum anggarkan pembangunan jalan itu. Sedangkan jalan lainnya yang masuk lewat depan SD Negeri Bo'a. Tapi kalo lewat situ, sampai pertengahan kita di suruh parkir kendaraan lalu jalan kaki menuju pantai. Itu yang mungkin membuat masyarakat resah karna itu jalan hanya lebar 2 meter, itu pun kita disuruh parkir kendaraan jauh dari pantai." Ucap Filipus Tassi, mantan Kepala Desa Bo'a.(AL)