Notification

×

Iklan

Iklan

Yanto Ekon : Terkait Polemik APBD, DPRD Rote Ndao Bisa Gunakan Hak Politik dan Tindakan Hukum

Rabu | 1/15/2020 WIB Last Updated 2020-01-15T01:51:07Z
Foto : Dr Yanto Ekon SH MH dan Wakil Ketua DPRD Rote Ndao,Paulus Henuk SH
ROTE NDAO - Akibat dari mandeknya sidang Pembahasan maupun penetapan APBD Tahun Anggaran 2020 rupanya akan berbuntut panjang antara Pemda Rote Ndao dan DPRD bahkan DPRD sepertinya akan mengunakan Hak Politiknya, alhasil berdasarkan pertemuan antara kedua belah pihak yang di fasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) bertempat di ruang Sekda Provinsi pada senin 13 januari 2020 sore,Pemda Rote Ndao bersikukuh mengunakan Perkada dan DPRD Rote Ndao melalui wakil Ketua DPRD Paulus Henuk Pun dengan tegas menolak jika pemda mengunakan Perkada bahkan menurut Wakil Ketua DPRD Rote Ndao pihaknya akan segera mengambil langkah kah hukum jika memang hal itu terjadi.

Menangapi polemik tersebut,salah satu pakar Hukum, Dr Yanto Ekon SH MH ketika dimintai tanggapanya terkait polemik tersebut kepada Wartawan Selasa 14/Januari/2020 mengatakan

Sesuai UU nomor 23 ada pasal yang memuat pengecualian bagi DPRD tidak dikenakan sanksi administratif jika tidak ditetapkannya APBD karena keterlambatan penyusunan R-PERDA-APBD oleh Pemerintah, Hubungannya dengan APBD Rote Ndao adalah pemerintah menyusun R-PERDA-APBD dan dibahas bersama DPRD tetapi tidak terjadi kesepakatan

Yang dimaksudkan dengan keterlambatan penyusunan APBD oleh pemerintah adalah tidak ada waktu sama sekali untuk pembahasan, sedangkan APBD Rote Ndao telah dibahas dan sebenarnya masih ada waktu untuk disepakati dan ditetapkan berdasarkan PERDA, tetapi kedua lembaga, tidak sepakat ataupun wo selanjutnya tidak dapat menetapkan PERDA.

Lebih lanjut dijelaskan jika DPRD Rote Ndao memang ingin melakukan upaya hukum pidana atau perdata adalah hak semua pihak, sehingga siapapun tidak membatasi hak itu.

Lagi pula hanya melalui upaya hukum maka dapat diperoleh penafsiran yang tepat dan mengikat dari lembaga pengadilan, sedangkan penafsiran oleh setiap orang termasuk ahli hukum tidak mengikat dan tidak wajib diikuti.

Ketika disingung wartawan terkait apabila pemda menggunakan perkada sudah jelas terjadi pemotongan anggaran oleh pusat maka publik rote ndao tentunya dirugikan, apakah kemudian DPRD bisa melakukan proses politik kepada bupati misalnya dengan interpelasi. Pansus angket, hak menyatakan pendapat dan bisa mengarah pada upaya pemecatan bupati karena dianggap mengambil keputusan atau kebijakan sepihak yang merugikan publik,?

Kembali di jelaskanya bahwa Hak interpelasi,Angket dan lainnya adalah hak-hak dari Dewan yang diberikan oleh UU, namun terkait penetapan APBD berdasarkan Perkada harus terlebih dahulu dibuktikan apakah karena kelalaian pemerintah menyusun R-APBD ataukah karena pemerintah telah menyusun R-APBD tetapi tidak tercapai kesepakatan dgn DPRD.
.
"apabila penetapan APBD berdasarkan Perkada karena ketidaksepakatan Pemerintah-DPRD maka tidak ada alasan untuk pansus sebab kelalaian dari keduanya, tetapi sebaliknya penetapan Perkada APBD karena keterlambatan penyusunan R-APBD maka menjadi kelalaian pemerintah sehingga DPRD dapat menjadikannya sebagai dasar untuk Pansus"terangnya


Dirinya juga mengatakan Ini tentu penafsiran yang berbeda karena dua fakta yang berbeda yakni pertama' Pemerintah dianggap terlambat karena mengajukan rancangan APBD pada November 2019 dan kedua' R-APBD diajukan oleh pemerintah dan dibahas secara bersama sama oleh DPRD tetapi tidak tercapai kesepakatan.

Kalau membaca media fakta kedua dijadikan dasar penetapan APBD Rote Ndao berdasarkan Perkada oleh Bupati atas pengesahan Gubernur, bukan fakta pertama

Sesuai informasi yang di terima pada tgl 20 nopember 2019 penyerahan RAPBD
6 desember pembentukan AKD,9 Desember penetapan tatib dan tatib
10 Desember baru pembukaan sidang.
Penyerahan lebih awal pun tidak bisa lakukan sidang karena semua belum terbentuk

Jika jadwal ini benar maka keterlambatan pengajuan tidak dapat menjadi dasar bahwa pemerintah melanggar UU

Menjadi pertanyaan mengapa telat? Karena Tatib dan AKD telat terbentuk, sehingga persidangan tidak bisa dilakukan. Semua fakta ini dipastikan akan dinilai dan dipertimbangkan jika terjadi persoalan hukum.

Perlu di ketahui bahwa Ada dua alasan APBD ditetapkan berdasarkan Perkada yakni 1. Pemerintah telat mengajukan Rancangan APBD atau 2. Tidak ada kesepakatan antara Pemerintah-DPRD tentang penetapan R-APBD.

sesuai informasi melalui media alasan kedua dipakai sebagai dasar penetapan dan pengesahan R-APBD Rote Ndao

karena itu menurut saya Pasal 312 ayat 2 berlaku bagi Bupati, Wakil Bupati dan DPRD, bukan ayat (3). Alasan keterlambatan pengajuan R-APBD oleh pemerintah tidak dapat menjadi dasar penetapan APBD berdasarkan Perkada sebab: 1. Penetapan Tatib DPRD dan AKD baru terbentuk awal Desember 2019 dan 2. Faktanya DPRD menerima R-APBD dan membahasnya bersama pemerintah tetapi tidak tercapai kesepakatan.

Dari semua persoalan ini maka menurut saya Solusinya bahwa Pemda dan DPRD adalah mitra dan keduanya diberikan tugas dan kewenangan oleh UU agar tercipta check and balances dalam pemerintahan. Oleh karena itu, jika terjadi perbedaan pendapat maka selayaknya diutamakan adalah konsultasi dengan tetap saling menghormati guna sama mencari titik kesepakatan.

Untuk diketahui keterlambatan pengajuan R-APBD untuk tahun ini hampir terjadi di semua Kab/Kota sebab adanya masa transisi pergantian anggota DPRD sehingga berakibat pada keterlambatan pembentukan AKD dan penetapan Tatib ungkap pengacara ini.

Sementara itu Paulus Henuk SH Wakil Ketua DPRD mengatakan Dalam hal ini pemerintah sudah terlambat mengajukan sesuai UU

Keterlambatan ini juga yang tentunya menjadi dasar melewati batas waktu yang telah ditetapkan dalam UU No 23 dan permendagri 33 Artinya ada kaitan antara keterlambatan dengan perkada yang bisa berpotensi pemotongan anggaran.

Dan kami DPRD akan tegas melakukan proses politik dapat dilakukan oleh DPRD kepada bupati
didalam.Uu no 23 dan permendagri no 33 sudah sangat jelas mengharuskan kapan R-APBD diajukan.

Sebab kenyataanya pengantar nota keuangan baru diajukan pada awal bulan desember 2019,itu Artinya bahwa menurut saya telah melanggar UU maupun Permendagri .

Pada sumpah janji kepala daeran maupun larangan kepala daerah jelas tidak boleh langgar peraturan perundang-undangan.

Namun yang terjadi Pemda Rote Ndao
Baru menyampaikan pada november dewan tidak bisa di berikan sanksi
Yang Kedua karena terlamat bahkan WO pada saat sidang pembahasan, maka masalah ini ada pada Pemerintah daerah Kabupaten Rote Ndao

dan perlu di ingat bahwa keterlambatan pengajuan adalah yang turut berkontribusi pada terlambatnya penetapan apbd.

Selain itu AKD juga terlambat terbentuk karena Pemda sendiri yang tidak ingin men
gundangkan tatib padahal sudah dikonsultasikan dengan propinsi bahkan sudah disetujui.

Kami menduga ada semacam by desain sejak awal untuk gunakan Perkada.
Dan ini terlihat jelas dari surat bupati sebanyak dua kali.
yang mana meminta Gubernur menyetujui Perkada walaupun waktunya masih berada pada dibulan desember.

Ini tentunya menjadi preseden buruk bagi demokrasi kalau kemudian fungsi Anggaran juga melekat pengawasan.

Apalagi Sistem pemerintahan daerah yang menghendaki kemitraan strategis antara kedua lembaga tetapi bisa juga menjadi rusak "karena kami DPRD juga tidak akan menerima kalau fungsi yang menjadi hak justru direnggut begitu saja"upaya dan langkah hukum.sudah pasti kami lakukan"tegasnya.(AL)
×
NewsKPK.com Update