Notification

×

Iklan

Iklan

Pengaruh Budaya Politik Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Pilkada Serentak 2020: Meningkat atau Menurun ?

Sabtu | 7/31/2021 WIB Last Updated 2021-07-31T10:00:22Z


Jakarta - Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang menerepakan sistem demokrasi, salah satu ciri dari negara demokrasi adalah adanya penyelenggaraan pemilu. Untuk Indonesia pemilu ibaratkan sebagai sebuah roda yang bergulir agar tetap berjalanya tata kelola negara yang baik. Pemilihan umum untuk kepala daerah atau yang sering disingkat dengan Pilkada merupakan kegiatan yang bersifat periodik sejak pertama kali dilaksanakan pada 2005. 


Namun, untuk penyelenggaraan Pilkada secara serentak baru dilaksanakan pertama kali pada tahun 2015, hal tersebut diatur dalam UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang dengan regulasi Pilkada serentak. Hal yang menjadi tolak ukur untuk keberhasilan demokrasi ditandai dengan banyak atau tidaknya partisipasi warga negara dalam penyelenggaraan pemilihan. Warga negara dituntut untuk berpartisipasi dalam pemerintahan bukan hanya menerima atau menggapi tuntutan yang ada guan membangun sistem pemerintahan yang demokratis.

 

Pilkada serentak yang jatuh pada tanggal 9 Desember 2020 mencatat hal baru untuk sejarah demokrasi Indonesia dimana penyelenggaraan Pilkada dilakukan ditengah-tengah pandemic covid-19. Dalam proses penyelenggaraan Pilkada serentak ini tentu saja mengalami pro dan kontra antar warga negara, banyak warga negara yang berasumsi bahwa pelaksanaan Pilkasa serentak dianggap terlalu memaksa dan bukan merupakan urgensi yang harus dilakukan di tengah pandemic wabah covid-19. Namun, disatu sisi yang lain, Pilkada harus dilaksanakan demi mendapatkan pemimpin-pemimpin di daerah yang dapat menangani pencengahan serta penyebaran dengan maksimal.

 

Menurut Ramlan Subakti (2010) “integritas Pemilu dapat dilakukan apabila didasarkan pada kepastian hukum sesuai dengan prinsip pemilu yang demokratis”. Dengan demikian, integritas Pemilu dapat dilihat dari kegiatan Pemilu yang menghindari praktik manipulasi, seperti penghitungan suara, pendaftaran pemilih ilegal, intimidasi terhadap pemilih yang bertentangan dengan semangat UU Pemilu atau tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Menyelenggarakan Pilkada serentak 2020 tentu harus mengedepankan itegritas demi menjaganya kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya untuk tetap menyelenggarakan Pilkada dengan menerapkan protocol Kesehatan sebagai Langkah yang dinilai efektif dan responsive guna mencegah penyebaran virus covid-19 pada saat pemilu dilaksanakan. Selain itu, pentingnya Pendidikan politik guna meningkatkan kesadaran serta partisipasi warga negara dalam menghadapi skema politik di masa pandemi covid-19.

 

Seluruh warga negara Indonesia dalam kehidupan sehari-harinya, sudah pasti akan berhubungan dengan yang namanya politik khususnya politik praktis. Prosesnya dapat secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung berarti warga negara mendengarkan berita atau laporan tentang peristiwa politik yang terjadi secara langsung, yang artinya warga negara terlibata secara tidak langsung dalam peristiwa politik yang ada. 


Budaya politik yang tercipta secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan secara nasional menyangkut warga negara. Indonesia sendiri untuk saat ini budaya yang tercipta adalah campuran antara parokial, kaula, dan partisipan. Budaya politik ditandai dengan tingkat kesadaran dan partisipasi politik yang sangat tinngi.

 

 Bentuk dari budaya poltik itu sendiri adalah warga negara yang sudah memahami aspek aspek yang mempengaruhi terciptanya budya politik. Warga negara memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang keseluruhan sistem politik, peran pemerintah, dan masyarakat juga cendrung memainkan peranya secara individu baik dalam sikap menerima atau menolak. Selain partisipasi politik, struktur politik juga merupakan hal yang sangan mempengaruhi terciptanya budaya politik.


Tujuan dari budaya politik adalah menciptakan serta memelihara sistem politik demikratis guna untuk membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia. Budaya politik yang ditandai dengan kesadaran warga negara untuk berpolitik secara tidak langsung membantu sistem pemerintahan untuk berjalan. Warga negara tetap memiliki kesempatan berpartisipasi, menolak, atau bahkan menerima keputusan politik yang ada walaupun secara sadar mereka tahu bahwa mereka kecil dalam sistem politik Indonesia.


 Partisipasi masyarakat diarahkan pada peranan pribadi sebagai aktivis masyarakat. Budaya ini tidak diorientasikan terhadap partisipasi aktif dalam politik saja, tetapi juga sebagai subyek di hadapan hukum dan kekuasaan.

 

 

Pengaruh budaya politik terhadap partisipasi pemilih dalam Pilkada serentak 2020 secara tidak langsung menjadi tontonan bagaimana sistem demokrasi Indonesia bekerja. Pemungutan suara dinilai menjadi alat sentral sebagai benuk partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Dalam penyelenggaraan Pilkada serentak, lembaga penyelnggara tentu saja akan dihadapkan dengan berbagai tantangan. Diantara banyak permasalhan yang ada, Pilkada serentak 2015 menjadi pilkada pertama. Penyelenggaraan tersebut menyebabkan besaran angka partisipasi yang mengalami penurunan karena dianggap menjadi masa transisi Pilkada. Dikutip dari jurnal KPU RI,  pada Pilkada 2015 persentase partisipasi hanya sebesar 70 persen, Pilkada 2017 sebesar 74,20 persen, dan 2018 sebesar 73,24 persen dimana pada tahun itu jumlah partispasi politik lebih sedikit dari target yang sudah di tetapkan oleh KPU. 


Indeks presentase partisipasi poltik masyarakat tentu saja didasari oleh beberapa faktor, yaitu: pertama, kurangnya sosialisai yang optimal. Kedua, KPU memperketat penyalahgunaan bahan untuk menghemat biaya pemilu serta mencegah terjadi money politics. 


Pilkada 2020 merupakan penyelenggaran pemilihan pertama dengan kondisi kegentingan negara dalam menghadapi pandemic covid-19. Pilkada yang pada awalnya diadakan pada 9 September 2020 harus digeser menjadi 9 Desember 2020 setelah melewati proses yang sangat panjang. Sebagai pengalaman baru dalam sejarah pemilihan Indonesia, Pilkada ini menghadapi berbagai tantangan.


 Penyelenggara tidak hanya dituntut untuk melangsungkan Pilkas dengan menerapkan protocol Kesehatan, tetapi juga harus meningkatkan partisipasi politik masyarakat sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh KPU sebesar 77,5% partisipan, dimana hal itu cukup sulit dilakukan dalam kondisi pandemic seperti ini. Banyaknya jumlah partisipan menunjukan bahwa proses pertama pada tahap pemilihan cukup berhasil. 


Untuk mewujudkan Pilkada serentak di tengah pandemi tentu membutuhkan strategi yang berbeda dari pada biasanya, adaptasi baru diperlukan KPU untuk menarik partisipan. Pertama, harus mulai mengembangkan komunikasi serta teknologi untuk menaikat minat layanan pemungutan suara yang lugas. Kedua, dapat memaksmalkan media baru untuk sosialisasi secara online. Ketiga, menerapkan protokol Kesehatan guna menjadi jaminan Kesehatan setiap partisipan yang dating untuk memilih.



Pilkada serentak 2020 membawa banyak kejutan bagi penyelenggaran pemilihan di Indonesia. Selain damapak negative yang tercipta akibat polemik pandemic covid-19 yang pro dan kontra di masyarakat, Pilkada serentak 2020 juga membawa kabar positif. Dilansir halaman website KPU RI, komisi pemilihan umum atau yang sering disingkat dengan KPU yang melaksanakan rapat koordinasi evaluasi program sosialisasi Pendidikan pemilih dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada pemilih serentak 2020 yang dilaksanakan pada 2 Februari 2021 secara daring yang dihadiri oleh seluruh penyelenggara pemilu Provinsi, Kabupaten/Kota dan juga stakeholder yang terlibat. Evaluasi ini bertujuan untuk mencari formula terbaik untuk meningkatkan partisipasi politik kedepanya. KPU RI serta daerah dinilai cukup gencar mensosialisasikan Pilkada serentak 2020 guna meningkatkan presentase partisipasi masyarakat di masa pandemic, diaantaranya melalui media social, TV, radio, dan media lainya. Hal itu terbukti efektif karena meningkatnya presentase partisipsi sebesar 76,09 persen melampaui target rata-rata nasioanal yang ditetapkan dan juga meningkat dari presentase partisipasi pada Pilkada 2018. 


Meningkatnya presentase partisipasi menjawab semua keraguan masyarakat perihal penyelenggaraan Pilkada ditengah pandemic covid-19. Selain sosialisasi politik atau strategi yang dijalakan penyelenggara pemilu berjalan dengan baik terdapat juga faktor psikologis yang mempengaruhi meningkatnya partisipan, masyarakat beranggapan dengan memilih politisi baru dapat mengatasi polemik covid-19 yang makin hari meningkat dan faktor masyarakat yang sudah jenuh dengan stay at home, pemilihan dijadikan ajang keluar untuk merefresh otak walaupun hanya pergi ke tempat pemungutan suara.



Farah Dwi Novianti Ramadini

Universitas Muhammadiyah Jakarta

×
NewsKPK.com Update