Notification

×

Iklan

Iklan

Pak Kapoldasu Dan Pak Kapolres, Beri Kami Keadilan Bila Masi Ada

Senin | 4/05/2021 WIB Last Updated 2021-04-05T12:11:27Z


Batu Bara, Sumut - Sudah sebelas bulan laporan Ponirin di Polres Batu Bara,namun hingga saat ini laporan Ponirin tidak berjalan sesui SOP ,laporan pengrusakan pohon sawit milik Ponirin pada tanggal 12 Maret 2020,dengan LP/ 154/IV/2020/SU/Res Batubara,bukti-Bukti suda lengkap,Ponirin pun suda menyampaikan Barang Bukti Vidio nya,saksi-saksi juga suda diperiksa.



"Kita ngadu pada Polisi agar urusan bisa cepat selesai, namun urusan tak ada titik terang, untung tak dapat kita raih rugi sudah pasti",ngadu sam DPR suda,sama Kapolri suda,sebagai rakyat Indonesia saya minta agar Pak Kapoldasu dan Pak Kapolres Batu Bara,beri kami keadilan bila memang masi ada keadilan itu untuk rakyat Indonesia.ucap Ponirin.Minggu 4/4/21



Pengrusakan pohon sawit di lahan milik Ponirin menuai komentar di berbagia kalangan Masyarkat, Seperti dikatakan SS Pangaribuan S.H,M.hum,pakar hukum pidana Provinsi Sumatera Utara ini mengatakan,"terkait pengrusakan pohon sawit di lahan milik Ponirin yang saat ini sangat Firal di media sosial,seharusnya pihak kepolisian jangan berpokus pada terduga Marisa saja,hal itu akan membuat buramnya kasus tersebut.



"Marisa merupakan oknum polisi,wajar bila terkait dugaan yang membelitnya harus berurusan dengan Provam Poldasu,namun kita jangan lupa,selain Marisa,masi ada terduga pelaku yang lain yaitu,Oprator Excafator,Suami Marisa,dan orang -orang yang diduga ikut membatu terjadinya aksi barbar pengrusakan pohon sawit milik Ponirin saat itu,mereka bukan oknum polisi.



Seharusnya Polres Batu Bara maupun Poldasu segera priksa para terduga pelaku itu,agar kasus itu bisa berjalan,kesampingkan dulu terduga Marisa yang masi dalam proses penyidikan di Provam Poldasu,Sat Reskrim dan Dir Krimum harus berkosentrasi pada pelaku lain yang bukan oknum polisi,apabila penyidik tidak segera melakukan itu,maka mereka dianggap melanggar SOP ,hal bisa diperisa oleh Provam,ungkapnya.



"Pada dasarnya, merusak tanaman milik orang lain berarti merusak barang milik orang lain,mengenai pengrusakkan barang milik orang lain,hal tersebut diatur dalam Pasal 406 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:


 

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”


 

Unsur-unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP adalah sebagai berikut :

Barangsiapa (seseorang),Dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan,atau Barang yang seluruhnya,atau sebagian milik orang lain.


 

"Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh lebih dari satu orang, maka berdasarkan Pasal 412 KUHP hukuman dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP (2 tahun 8 bulan) akan ditambah dengan sepertiganya.


 

Akan tetapi, ini hanya berlaku apabila kerugian yang diderita oleh korban lebih dari Rp. 250,- (dua ratus lima puluh rupiah), yang berdasarkan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batas Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.



Jumlah tersebut telah dikonversi menjadi Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah),sehingga apabila jumlah kerugian akibat perusakan tanaman tersebut tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-, maka pasal yang akan digunakan adalah Pasal 407 ayat (1) KUHP dan atas perusakan yang dilakukan bersama-sama tersebut tidak dapat dikenakan Pasal 412 KUHP.



"Apakah orang yang menyuruh orang lain dengan cara mengupahnya untuk merusak barang orang lain bisa dikenakan pasal 406 KUHP ,dan perlakuan hukum apa yang akan diterapkan kepada orang yang diupahnya tersebut,orang yang disuruh atau diupah tersebut adalah tukang yang bekerja sesuai dengan pekerjaannya.


 

Dalam peristiwa di atas, orang yang menyuruh melakukan memang bukan pelaku yang secara langsung melakukan tindak pidana,akan tetapi dalam hukum pidana, pihak yang dapat dipidana sebagai pelaku tidak terbatas hanya pada pelaku yang melakukan tindak pidana tersebut secara langsung.



Dalam hukum pidana, yang digolongkan/dianggap sebagai pelaku (dader) tindak pidana setidaknya ada 4 macam sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP (disarikan dari buku “Hukum Pidana” karangan Jan Remmelink, hal. 306-328), yaitu:  


1. mereka yang melakukan sendiri sesuatu perbuatan pidana (plegen).


2.mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana (doen plegen);


3.mereka yang turut serta (bersama-sama) melakukan sesuatu perbuatan pidana (medeplegen); dan


4.mereka yang dengan sengaja menganjurkan (menggerakkan) orang lain untuk melakukan perbuatan pidana (uitloking).


 

Dalam hukum pidana juga dikenal pembantu suatu kejahatan (medeplighitige) yang diatur dalam Pasal 56 KUHP yang menyatakan,Dipidana sebagai pembantu (medeplichtige) suatu kejahatan :

1.Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;


2.Mereka yang sengaja memberikan kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.


 

Dalam peristiwa yang Anda ceritakan, maka ini termasuk ke dalam tindakan yang menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan pidana (doen plegen),dan orang tersebut mendapatkan hukuman yang sama dengan pelaku yang secara langsung melakukan tindakan perusakan tersebut.



Sehingga orang yang menyuruh tukang tersebut untuk melakukan pengrusakan dapat dipidana seperti layaknya pelaku yang secara langsung melakukan tindak pidana perusakan sesuai ketentuan Pasal 406 KUHP..


 

Sedangkan untuk tukang yang menerima upah, apabila dia tidak tahu bahwa perintah tersebut bertujuan untuk merusakkan sesuatu (misalnya tukang tersebut mengira bahwa ia memang harus menghancurkan suatu bangunan karena memang tidak terpakai lagi dan akan dibuat bangunan baru), maka dalam hal ini tidak ada unsur kesengajaan untuk merusakkan sesuatu milik orang lain dengan cara yang melawan hukum.


 

Tetapi,apabila tukang tersebut tahu bahwa perintah tersebut dari awal memang untuk merugikan orang lain dengan cara merusakkan barang tersebut, maka ada unsur kesengajaan pada tindakan tukang tersebut dapat dipidana sebagai pelaku berdasarkan Pasal 406 KUHP ,jelasnya mengahiri.01/04/2021.



Sebelumnya diberitakan bahwa Ponirin warga Tebingtinggi, pemilik lahan di Dusun Satu(I) Desa Kualatanjung  kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara yang dibelinya dari Cipto Darminto pada tahun 2010,lahan tersebut dirusak oleh klompok Marisa pada bulan April 2020.



Lahan yang sudah 10 tahun dikelolanya Ponirin dengan tanaman sawit diatas nya sebanyak kurang lebih 400 pohon,sebelumnya tidak perna ada konplik  perbatasan ( Sepadan ) antara Ponirin dan Alfonso Simanjuntak yang tak lain adalah orang tua dari Oknum Polwan Marisa



Namun pada bulan April 2020, Marisa Simanjuntak bersama Suami dan sekelompok orang datang membawa alat berat (excavator) dan merusak tanaman sawit di lahan milik Ponirin,tindakan pengrusakan itu dilaporkan Ponirin pada Polres Batubara, pihak Polres Batubara,namun suda 11 bulan laporan Ponirin tidak tidak ada perkembangan alias mangkrak.



Kapolres Batu Bara AKBP Ikhwan Lubis saat di konfirmasi Senin 5/4/21 mengatakan,"Kasus sudah dilimpahkan ke Dit Krim um Polda pak,terpisah Kapoldasu Irjen Panca Simanjutak belum mau memberikan tanggapan.5/4/21.(R-01/Tim)

×
NewsKPK.com Update