Notification

×

Iklan

Iklan

Keterangan 4 Saksi Yang Dihadirkan Justru Malah Lemahkan Dakwaan Jaksa

Rabu | 6/10/2020 WIB Last Updated 2020-06-10T01:17:34Z

Surabaya-newsKPK.com, Perkara laporan dokter Lidya ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya, berbuntut ke meja hijau. Laporan dokter Lidya lantaran, tidak terima atas Surat Peringatan (SP) dari Sardjono sang Direktur RS.Mata Undaan Surabaya, berdampak sang Direktur RS Mata Undaan Surabaya, duduk sebagai terdakwa guna kembali jalani sidang diruang Sari Pengadilan Negeri Surabaya, pada Selasa (9/6/2020), dengan agenda mendengar 4 keterangan saksi yang dihadirkan oleh, Yusuf Akbar dan Willy Gede selaku, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Perak Surabaya.

Para saksi yang dihadirkan ke muka persidangan secara mengejutkan justru malah melemahkan dakwaan JPU. Adapun, pada inti keterangan para saksi yaitu, atas perintah dokter Lidya yang ditujukan terhadap Anggi (perawat) agar menangani operasi terhadap pasien.

Keterangan yang disampaikan, Khotimah, dokter Lidya tidak menangani operasi pasien Alesandra serta saat itu mendengar jelas seruan perintah dokter Lidya karena satu ruangan (satu ruangan, dokter Lidya, Khotimah dan Fajar).
" Biar dikerjakan anak O.K.5 dan Mur," tuturnya.

Sedangkan, keterangan Hendra  (perawat) berupa, menyampaikan kepada pasien bahwa Anggi (perawat) adalah dokter.

Hal ini, diakuinya, bahwa yang disampaikan terhadap pasien adalah kekeliruan.
" Yang disampaikan terhadap pasien bahwa Anggi (perawat) adalah dokter tidak benar," ungkapnya.

Pengakuan Hendra lainnya, ia hanya membantu Anggi (perawat) melakukan operasi atas perintah dokter Lidya.

Hal lainnya, keterangan Khotimah dan Fajar, bahwa keduanya,mengaku, tidak pernah diperiksa oleh IDI Surabaya, namun keduanya pernah dipanggil dan diperiksa IDI Pusat.

Persidangan kian sengit, tatkala JPU merasa keterangan Soei Suyatno melemahkan dakwaan yang dijeratkan.

Keterangan yang disampaikan, berupa, karena peristiwa kemudian ada rapat koordinasi guna atasi permasalahan. Alhasil, rapat koordinasi dibuat surat kronologi pada medio (29/12).

Pada keterangan yang disampaikan oleh, Soei Suyanto, tampak berbeda dengan isi surat kronologi sehingga sempat memicu suasana persidangam memanas hingga JPU
mengingatkan saksi berupa,
"Bahwa terkait isi surat kronologi berbeda dengan keterangan yang disampaikan. JPU menimpali, keterangan palsu ada implikasinya, ingat itu !," tegas JPU.

Salah satu anggota Majelis Hakim, langsung bersikap dengan memberi pertanyaan terhadap saksi berupa, pada persidangan ini, kesaksian mana yang dipakai?. Apakah sesuai surat kronologi atau keterangan yang disampaikan dimuka persidangan?.

Saksi beberkan, isi surat kronologi pada point-point ber korelasi. Kronologi berangkaian tidak berdiri sendiri antara point satu dengan lainnya.

Pada kesempatan tersebut, saksi sampaikan, memilih menggunakan keterangan yang disampaikan ke muka persidangan.

Usai sidang, Sumarso selaku, Penasehat Hukum terdakwa menyampaikan, dipersidangan terbukti ada perintah dokter Lidya. Itu yang dianggap tidak melanggar etik dan ini akan kita uji nanti.

Kalau seseorang memerintahkan yang bukan kewenangannya kok bisa dikatakan bukan pelanggaran kode etik?.

Masih menurutnya, semestinya pemohon adalah pasien atau masyarakat yang komplain atas pelanggaran dokter sedangkan, peristiwa ini yang memohon dokter Lidya atas SP.

Secara terpisah, Willy Gede selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) malah beranggapan, hasil persidangan, semua keterangan para saksi justru menguatkan unsur unsur yang di dakwakan.

Ia menambahkan, mengacu beberapa hal, termasuk Barang Bukti (BB) dan alat bukti pihaknya, meyakini dapat membuktikan tindak pidananya.

Disinggung terkait, keterangan Soei Suyanto yang lebih memilih menggunakan keterangan yang disampaikan dimuka persidangan dari surat kronologi ditanggapinya berupa, tidak masalah.
" semua orang punya hak mengingkari namun dalam surat kronologi ada tanda tangan yang dicantumkan saksi tentunya, akan ada akibat hukum," pungkasnya.                                  MET.
×
NewsKPK.com Update