Notification

×

Iklan

Iklan

Petrus S. Rau : Perlu Ada Perhatian Antara Pemerintah Dan Masyarakat Terkait Pilar Hutan Lindung Poco Ndeki Komba

Sabtu | 2/01/2020 WIB Last Updated 2020-02-01T14:13:14Z
Manggarai Timur - Badan Pertanahan Negara dan UPT Kehutanan Kabupaten Manggarai Timur telusuri Batas Hutan Lindung di Golo Pocondeki, Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Penelusuran ini terjadi karena ada 54 warga masyarakat Kelurahan Tanah Rata yang tidak mendapatkan sertifikat tanah waktu pembagian pertama di Kantor Kelurahan Tanah Rata pada hari  Senin, 13 Januari 2020 lalu.

Menurut pengakuan pihak Badan Pertanahan kala itu bahwa beberapa masyarakat yang tidak mendapatkan sertifikat tersebut berada dalam Kawasan Hutan Lindung. Mendengar pengakuan Dinas terkait, waktu itu juga masyarakat melakukan penggugatan bahwa tanah mereka tidak berada dalam kawasan hutan lindung atau berada tepat diluar kawasan hutan lindung negara.

"Hari ini kami dari dua Dinas terkait yaitu Kantor Badan Pertanahan dan UPT Kehutanan datang melakukan survey langsung lokasi. Hasilnya akan kami evalusai lagi di Kantor", demikian tutur anggota serveyor dihadapan masyarakat kelurahan Tanah Rata saat rapat prapelaksanaan survey kamis, 23 Januari 2020 di Kantor Kelurahan.

Sementara itu, atas nama masyarakat Kelurahan Tanah Rata Bapak Petrus Selasa Rau kepada media ini (01/2/2020) mengatakan; "Saatnya Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan dan UPT Kehutanan Kabupaten Manggarai Timur harus menata kembali Pilar Batas Hutan Lindung di Wilayah Kelurahan Tanah Rata agar ada penyelesaian, sehingga polemik Pilar Batas Hutan Lindung ini tidak diwariskan ke Pemerintahan selanjutnya atau generasi berikutnya".

Ketua PAC Partai Hanura Kecamatan Kota Komba ini juga menegaskan bahwa hampir sebagian besar batas hutan lindung yang diklaim oleh UPT Kehutanan Kabupaten Manggarai Timur masuk dalam pemukiman warga Desa Bamo dan perkebunan masyarakat Kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba; "Kalau mengikuti Pilar versi UPT Kehutanan maka Kampung Muting, Nanga Rawa, Desa Bamo dan perkebunan warga Kelurahan Tanah Rata akan masuk wilayah Hutan Lindung".

Lebih lanjut beliau katakan, hal itu tentu berdampak pada akan adanya konflik vertikal antara masyarakat Desa Bamo dan Kelurahan Tanah Rata versus Pemerintah. "Masyarakat banyak yang menolak penetapan pilar batas versi UPT Kehutanan. Hal ini dilihat dari reaksi protes masyarakat saat rapat di Kantor Lurah terkait tidak dapatnya Sertifikat karena dianggap di dalam hutan lindung oleh UPT Kehutanan. Apalagi selama ini penghasilan atau hidup masyarakat bersumber atau bergantung di tanah itu".

"Masalah Pilar Hutan Lindung ini sudah lama belum ada penyelesaian. Pada zaman Kedaluan Alm. Bapak Yosep Pandong hingga beliau menjadi Kepala Desa di Tanah Rata ini, selalu mengupayakan agar adanya pemisahan hutan lindung antara Poco Ndeki dan Komba. Maksud alm. Bapak Yosep Pandong dan tokoh masyarakat terdahulu, hutan lindung cukup batas di lingkaran hutan Poco Ndeki dan lingkaran hutan Komba. Tidak perlu memasang pilar sepanjang dari Poco Ndeki sampai ke Komba. Mengingat adanya perkebunan dan pemukiman warga antara Poco Ndeki dan Komba".

"Untuk itu, terkait Pilar hutan lindung perlu ada persehatian antara Pemerintah dan masyarakat. Mengingat adanya pemukiman dan perkebunan warga yang diklaim di dalam hutan lindung".

Beberapa masyarakat lain menjelaskan; "Sejak kami membuka kebun, menanam dan sampai memanen hasil tanaman perkebunan kami, tidak perna cegat oleh petugas Kehutanan".

Kepada media ini banyak masyarakat menyampaikan bahwa Pilar batas versi UPT Kehutanan yang kontroversial dengan kondisi obyektif masyarakat itu saatnya untuk diperbarui mengingat dampak buruk yang kemudian terjadi.

"Kami selaku masyarakat ingin agar UPT Kehutanan harus menata sesuai kondisi sosiologis masyarakat. Karena kami hidup di atas tanah ini, tentu kami nanti akan bayar pajak kepada Pemerintah atas tanah ini".**

(Max Ponda)
×
NewsKPK.com Update