Aceh - Bendera merupakan objek yang dapat dilekatkan beragam pesan dan makna terhadapnya. Keberadaan bendera bisa juga terkait dengan aspek simbol kedaulatan aceh.
Sehingga wajar di Aceh telah disahkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh yang memberlakukan bendera berwarna merah dengan garis putih serta hitam dan gambar bulan sabit serta bintang sebagai bendera Aceh yang memiliki kesamaan dengan bendera GAM.
PRM DATO' Dr (Hc) Drs. Maimun, MSi Bin H. Ibrahim Daud (Pencinta Sejarah Atjeh Darussalam) saat di komfirmasi media newskpk.com mangatakan alangkah baik nya kita mengikuti sejarah kerajaan sultan iskandar muda .senin (8-7-2019).
Seperti kita ketahui pula bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah juga harus tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU P3 2011.
Salah satu asas yang dimaksud adalah asas kenusantaraan, yakni bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa harus memperhatikan kepentingan masyarakat aceh dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Oleh sebab itu, peraturan perundang-undangan di daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (peraturan perundang-undangan di tingkat pusat).
Apa bila Eksistensi Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 yang 'menggunakan' bendera GAM sebagai bendera Aceh dilihat melalui pendekatan Stufentheorie dari Hans Kelsen, maka dapat dikatakan bahwa qanun tersebut bertentangan dengan Pasal 6 ayat (4) PP Lambang Daerah 2007. Pertentangan tersebut antara lain dapat dilihat pada bagian dasar pertimbangan Qanun Bendera Aceh 2013 yang menggunakan MoU Helsinki 2005 sebagai dasar hukum pembentukannya. Hal itu jelas tidak valid, karena seharusnya qanun dibentuk dengan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya.
Dalam mengatasi keadaan tersebut, maka pemerintah pusat harus melakukan penyelarasan, harmonisasi, dan sinkronisasi terhadap Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.
keberadaan bendera Aceh selalu menuai kontroversi dan menjadi isu hangat dalam praktik ketatanegaraan di NKRI. Keadaan ini mendorong pencarian penjelasan dan solusi khususnya dari sisi hukum.
Apabila Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 secara yuridis dan teoretis tidak memiliki validitas, maka implikasi hukum yang terjadi adalah qanun tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat.
laporan( Fh01)
Sehingga wajar di Aceh telah disahkan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh yang memberlakukan bendera berwarna merah dengan garis putih serta hitam dan gambar bulan sabit serta bintang sebagai bendera Aceh yang memiliki kesamaan dengan bendera GAM.
PRM DATO' Dr (Hc) Drs. Maimun, MSi Bin H. Ibrahim Daud (Pencinta Sejarah Atjeh Darussalam) saat di komfirmasi media newskpk.com mangatakan alangkah baik nya kita mengikuti sejarah kerajaan sultan iskandar muda .senin (8-7-2019).
Seperti kita ketahui pula bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat daerah juga harus tunduk pada asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur dalam UU P3 2011.
Salah satu asas yang dimaksud adalah asas kenusantaraan, yakni bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa harus memperhatikan kepentingan masyarakat aceh dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Oleh sebab itu, peraturan perundang-undangan di daerah ini tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi (peraturan perundang-undangan di tingkat pusat).
Apa bila Eksistensi Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 yang 'menggunakan' bendera GAM sebagai bendera Aceh dilihat melalui pendekatan Stufentheorie dari Hans Kelsen, maka dapat dikatakan bahwa qanun tersebut bertentangan dengan Pasal 6 ayat (4) PP Lambang Daerah 2007. Pertentangan tersebut antara lain dapat dilihat pada bagian dasar pertimbangan Qanun Bendera Aceh 2013 yang menggunakan MoU Helsinki 2005 sebagai dasar hukum pembentukannya. Hal itu jelas tidak valid, karena seharusnya qanun dibentuk dengan didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi kedudukannya.
Dalam mengatasi keadaan tersebut, maka pemerintah pusat harus melakukan penyelarasan, harmonisasi, dan sinkronisasi terhadap Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat.
keberadaan bendera Aceh selalu menuai kontroversi dan menjadi isu hangat dalam praktik ketatanegaraan di NKRI. Keadaan ini mendorong pencarian penjelasan dan solusi khususnya dari sisi hukum.
Apabila Qanun Bendera dan Lambang Aceh 2013 secara yuridis dan teoretis tidak memiliki validitas, maka implikasi hukum yang terjadi adalah qanun tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat.
laporan( Fh01)