Notification

×

Iklan

Iklan

Peringati Hari Bumi Sejumlah Mahasiswa Tolak Investor Pertambangan Masuk Wilayah Malut

Senin | 4/22/2019 WIB Last Updated 2019-04-22T12:00:59Z
TERNATE - Semakin maraknya pertambangan di Maluku Utara (Malut), karena berdampak pada ekologi yang ada. Hal ini menjadi masalah besar bagi masyarakat pedesaan yang selalu terbungkam dengan kondisi pertambangan di Daeraha merek.


Masalah ini, sudah tidak asing lagi di kalangan Mahasiswa maupun aktivis lingkungan, apalagi laporan yang di terima oleh Tim  Comunitas Slavery bahwa, ada sekitar 313 Izin Usaha Pertambangan (IUP) kelapa sawit yang sudah di tanda tangani oleh pemerintah pusat maupun pemerintah Daerah.


Sihingga, Sejumlah Mahasiswa turun ke jalan untuk melakukan aksi penolakan perempasan ruang hidup di Malut bertepatan dengan Hari Bumi Internasional pada Senin (22/4).
Aksi damai ini dilakukan dengan teatrikal Bola Bumi dan Pohon kering, yang bermakana bahwa Bumi semaikin tua,tapi Bumi masih di bawa cengkraman inveator asing. Maka dari itu harus di tolak karena membawa dampak yang buruk di Malut.


Aksi tersebut, tergabung dalam beberpa organisasi, diantaranya, Valasany, Slavery, HPMS Cabang Ternate, dan Walhi Kota Ternate, dengan tema "Maluku Utara Tolak Perampasan Ruang Hidup." Aksi itu mengambil rute dari Dodoku Ali menuju RRI Ternate, Pasar Higienis, Jatiland mall dan land mark.


Koordinator Lapangan (Korlap) Sahman Sapsuha saat di temui wartawan Senin (22/4/2019) mengatakan, Perampasan ruang hidup saat ini masih di hadapi oleh masyarakat Malut. Buktinya, kehadiran Kelapa sawit yang di pegang oleh perusahan PT.Karindo di Gane menjadi ketergantungan masyarakat. Sebab, pertanian dan perkebunan masyarakat telah di lahap habis oleh perusahan.


Bukan saja itu, bahkan menurut dia, lahan si tempat tersebit sudah di rampas oleh perusahan, dan sering terjadi intimidasi terhadap warga lokal. Hal ini, bermula saat perusahaan mulai beroperasi di kawasan tersebut.


Apalagi, Kehadiran CV Samalita di Dusun Bantala, Desa Wailoba, Kabupaten Kepulauan Sula (Kepsul) pada April 2016 dengan alasannya sebagai tempat penitipan barang. Namun, perusahaan malah melakukan praktek pembukaan lahan secara diam-diam, mulai dari membuka jalan baru hingga penebangan kayu secara llegal.


“Masyarakat menganggap CV. Samalita Perdana Mitra telah melakukan perampasan lahan warga serta memberikan harapan palsu terhadap warga setempat. Karena janji perusahan tersebut, bakal tanam pala dan cacao karena IPK itu merupakan izin usaha perkebunan pala dan cacao bukan izin pemanfaatan kayu. Padahal, perusahan kayu,”ungkapnya.
Olehnya itu, kata dia, jika perusahaan sudah membumi di Malut, pastinya, sudah merusak ekologi di setiap pulau yang ada.

Makanya itu,  pemerintah Daerah jangan lagi mengeluarkan IUP pertambangan di Malut, karena itu sangat membahayakan masyarakat pedesaan.


"Kami selaku anak negri selalu aktif  melindungi Alam kita yang sekarang ini di rampas oleh investor yang tidak mempunyai jiwa kemanusiaan, hanya memintingkan diri sendiri. Itu yang di namakan Kapitalis nakal yang selalu merusak Daerah kita. Maka kami dan masyarakat Malut Menolak perampasan ruang hidup,"pungkasnya. (savi)
×
NewsKPK.com Update