Notification

×

Iklan

Iklan

Pembagian SHK Hanya 10 Persen, Akademisi dan Aktivis Desak Audit serta Penegakan Perda No. 7 Tahun 2015

Jumat | 7/11/2025 WIB Last Updated 2025-07-11T09:13:21Z



Ketapang, Kalbar — Polemik terkait minimnya pembagian Sisa Hasil Kebun (SHK) sawit kepada petani plasma kembali mencuat. Kali ini, sorotan tajam datang dari akademisi dan aktivis agraria Muhammad Jimi Rizaldi, A.Md., S.ST., M.T., MCE, yang juga dosen Politeknik Negeri Ketapang dan pengamat agraria di Kalimantan Barat.


Menurut Jimi, pembagian SHK yang hanya sebesar 10 persen kepada anggota koperasi plasma mencerminkan kemitraan yang tidak adil dan berpotensi menyengsarakan petani. Ia menegaskan bahwa anggota koperasi bukan hanya mitra kecil, tetapi juga pemilik lahan yang sah.


“Jika mereka hanya menerima 10 persen dari hasil kebun tanpa kejelasan penggunaan dana dan tanpa laporan keuangan yang transparan, ini adalah bentuk ketidakadilan struktural. Apalagi jika tidak pernah dilakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT),” ujar Jimi dalam pernyataan resminya, Kamis (11/7/2025).


Jimi, yang juga menjabat sebagai Dewan Pakar Serikat Tani Nelayan (STN) Kabupaten Ketapang serta Kepala Divisi Pendidikan & SDM DPD Persatuan Orang Melayu (POM) Ketapang, mendorong agar seluruh perjanjian kerja sama antara koperasi dan perusahaan sawit segera dievaluasi secara menyeluruh.


“Kalau 90 persen SHK tidak dibagikan ke anggota, harus jelas digunakan untuk apa: cicilan bank, biaya operasional kebun, atau fee manajemen? Jangan sampai petani hanya menjadi penonton atas kebun miliknya sendiri,” tegasnya.


Selain itu, ia juga menyoroti lemahnya implementasi Peraturan Daerah (Perda) No. 7 Tahun 2015 tentang Perizinan dan Pembinaan Usaha Perkebunan serta Pola Kemitraan, khususnya mengenai kewajiban perusahaan menyerahkan enam hektar Tanah Kas Desa (TKD) kepada pemerintah desa.


“Beberapa desa di Ketapang yang sudah menjalin kemitraan dengan perusahaan hingga kini belum menerima TKD yang menjadi hak mereka. Padahal ini merupakan amanat Perda yang wajib ditegakkan. Ini bentuk pelanggaran yang tidak boleh dibiarkan,” katanya.


Jimi menekankan pentingnya peran aktif pemerintah daerah—terutama Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD)—dalam menertibkan pola kemitraan agar tidak mencederai prinsip keadilan sosial dan ekonomi di tingkat desa.


“Kami siap memberikan pendampingan berupa edukasi koperasi dan literasi keuangan kepada petani plasma. Tapi yang paling penting, pemerintah tidak boleh tutup mata. Ini soal keadilan yang menyangkut kesejahteraan masyarakat desa,” ujarnya.


Ia juga menyerukan agar seluruh pemangku kepentingan di daerah turut memperhatikan persoalan ini dengan serius demi mewujudkan keadilan yang sesungguhnya bagi masyarakat desa.

×
NewsKPK.com Update