Notification

×

Iklan

Iklan

Gegara Investasi Lahan, Oenik Djunani Asiem Dan Liem Inggriani Laksmana Saling Lapor

Rabu | 10/21/2020 WIB Last Updated 2020-10-21T05:53:57Z

Surabaya -  Liem Inggriani Laksmana dan Liauw Edwin Januar Laksmono yang disangkakan sebagaimana dalam pasal 378, kembali jalani sidang dengan agenda saksi. Keduanya terpaksa duduk di kursi pesakitan gegara investasi lahan dengan Oenik Djunani Asiem yang berbuntut saling melapor guna pembenaran diri.Tidak hanya itu, kisah pertemanan berubah menjadi permusuhan tersingkap dipersidangan Pengadilan Negeri Surabaya, pada Selasa (20/10/2020) yang beragendakan keterangan saksi.


Adapun, saksi yang dihadirkan oleh, Darwis selaku, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Surabaya, ialah Oenik Djunani Asiem.


Dalam persidangan, Oenik Djunani Asiem sampaikan keterangan, bahwa ia dengan kedua terdakwa sudah kenal sekitar tahun 1990 lantaran pertemanan dari saudara ipar. Kedua terdakwa bermaksud investasi lahan yang dimilikinya.


Masih menurutnya, terdakwa telah menyerahkan uang sebesar 500 juta guna investasi lahan sehingga lahan menjadi milik saksi dengan terdakwa (Liem Inggriani Laksmana).


Lebih lanjut, terdakwa ( Liem Inggriani Laksamana) akan dicerai suaminya jika tidak menjual lahan (milik berdua) maka ia berinisiatif menyerahkan sertifikat lahan yang berlokasi di Kalimantan.

" Ia tidak ingin rumah tangga terdakwa tercerai berai gegara investasi lahan," bebernya.


Namun, sayangnya setelah sertifikat diserahkan ke terdakwa hingga perkara ini naik ke persidangan, ia belum menerima bagian hasil dari penjualan obyek lahan milik bersama sehingga ia merasa dirugikan oleh kedua terdakwa.

" Bila diakumulasikan, ia menderita kerugian sekitar 80 Miliar. Dengan asumsi nilai tanah per meter 2 juta dikalikan 40 hektar", paparnya.

 

Hal lainnya, disampaikan, proses penjualan obyek lahan ia tidak disertakan oleh kedua terdakwa bahkan nama Pien Tiono sebagai pembeli saksi juga tidak tahu. Padahal,  terdakwa (Liem Inggriani Laksamana) pernah mengajaknya ke notaris guna Ikatan Jual Beli dan ia sudah membubuhkan tanda tangan namun, terdakwa tidak mempertemukan Pien Tiono (pembeli) dengannya.

" Dihadapan M.Made Suta selaku, notaris ia datang bersama suaminya (Kastiawan Wijaya)," ucap saksi.


Selain itu, informasi yang diketahuinya obyek lahan laku dengan harga 1,6 milyard dan pembayaran dilakukan dengan cara pembeli memberikan 3 cek giro serta salah satu cek sudah dicairkan sekitar Rp.500 juta sisanya, kedua belum cair karena mundur atau tidak ada uangnya.


Sesi selanjutnya, Yafet selaku, Penasehat Hukum kedua terdakwa menyinggung perihal saksi yang pernah mengajukan gugatan keperdataan terhadap terdakwa.


Atas gugatan tersebut, ia mengakui dan sudah ada putusan dari Pengadilan Negeri Surabaya, berupa, dalan Putusan ia mendapat bagian dari penjualan obyek lahan milik bersama sebesar 33,35% atau sekitar 500 juta 

" Atas putusan tersebut, ia merasa ada kejanggalan. Semestinya,saya mendapat 50 % kok cuma sekitar 33,35% sehingga ia tidak mengambil uang yang sudah dititipkan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri Surabaya," cetusnya.


Diujung persidangan, Majelis Hakim memberi kesempatan terhadap kedua terdakwa guna menanggapi keterangan saksi.


Dikesempatan yang diberikan Majelis Hakim, Liem Inggriani Laksmana dan Edwin Januar Laksmono menyangkal keterangan saksi.


Secara terpisah, Yafet selaku, Penasehat Hukum kedua terdakwa, saat dikonfirmasi menyampaikan, bahwa saksi pernah melaporkan kliennya ke Polda Jatim pada medio juli 2009. Laporan dihentikan oleh Polda Jatim dengan alasan perkara ini adalah perdata.


Ia mempertegas permasalahan yang melibatkan klienya yaitu, bahwa sebelum saksi melapor ke Polda Jatim, Oenik Djunani Asiem juga pernah mengajukan gugatan keperdataan terhadap kliennya. Alhasil, dalam perkara gugatan perdata melalui, amar putusan Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi, Liem Inggriani Laksamana diwajibkan membayar uang 500 juta yang dilakukan dengan cara konsinyasi.


Sayangnya, Oenik Djunani Asiem tidak melakukan haknya guna mengambil uang yang sudah dititipkan di Pengadilan Negeri Surabaya, pada medio 2014 tapi malah melaporkan klienya hingga perkara ini berproses di Pengadilan Negeri Surabaya.


Untuk diketahui, pada medio 2010 sertifikat berpindah tangan dari Pien Tiono ke Hendra melalui Perikatan Jual Beli (PJB). Pada medio 2015 Hendra menjual obyek lahan ke Edwin namun, Edwin tidak bisa melakukan balik nama sertifikat lantaran, oleh Oenik Djunani Asiem maupun Kastiawan ( suami saksi) sudah melakukan sertifikasi pengganti (duplikat) dengan dasar sertifikat hilang.


Atas peristiwa itu Edwin melapor ke Polda Jatim pada medio 2016 adanya dugaan keterangan palsu akta otentik maka selanjutnya,  Polda Jatim melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Balikpapan pada medio 2017.


Sebagaimana diketahui, Oenik Djunani Asiem dalam putusan Pengadilan Balikpapan, pada medio 2019 di vonis 42 bulan di tingkat Pengadilan Tinggi Balikpapan vonis menjadi 3 tahun hingga upaya kasasi melalui Mahkamah Agung vonis menjadi 18 bulan pidana penjara. 


Sedangkan, Kastiawan (suami) pada medio 2018 oleh Pengadilan Negeri Balikpapan dijatuhi vonis 4 tahun dan di tingkat  Pengadilan Tinggi Balikpapan, dengan vonis bebas Namun, di tingkat Mahkamah Agung (MA) memaksa Kastiawan jalani kurungan penjara selama 2 tahun pada medio 2020. MET.

×
NewsKPK.com Update