Notification

×

Iklan

Iklan

Ketua Komisi A Soal ASN Mantan Napikor Pihaknya Segera Berkoordinasi dengan Aparat Hukum

Selasa | 7/21/2020 WIB Last Updated 2020-07-21T04:57:40Z

ROTE NDAO-Sebanyak 15 orang pegawai negeri sipil (PNS) lingkup pemerintah daerah Kabupaten Rote Ndao diduga bekerja secara ilegal, pasahal status ASN mereka telah dihapus pada data kepegawaian negara.

Bahkan ada beberapa PNS yang justru diberikan jabatan starategis itu dihapus dari status PNS karena terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Sesuai UU ASN, 15 orang ini harus dipecat.

Ironisnya, mereka masih menjalani pekerjaan dan masih menerima gaji layaknya PNS lain.

Ketua Komisi A, Feki M Boelan yang juga anggota Pansus, membenarkan temuan pansus atas dugaan kerugian negara tersebut.

Ia mengaku tidak paham mekanisme serta dasar hukum apa yang digunakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Rote Ndao,di bawah Pimpinan Paulina Haning Bullu, sehingga secara terang terangan berani melawan undang-undang sebagai dasar hukum tertinggi dan melawan perintah pemerintah pusat.

"Ini suatu sikap pembangkangan pemimpin daerah dan hanya terjadi di Kabupaten Rote Ndao. Ini sangat aneh dan nyata," ujarnya.

Dan terkait adanya temuan tersebut, mantan Jurnalis tersebut mengaku segera berkoordinasi dengan pihak kepolisian maupun aparat penegak hukum lainnya untuk segera ditindak lanjuti.

Sementara itu Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Rote Ndao, Paulus Henuk kepada wartawan, Senin (20/7/2020). mengatakan, pengaktifan kembali PNS Tipikor itu ditemukan oleh pansus LKPJ DPRD Rote Ndao. Dalam penelusuran Pansus, ditemukan dugaan adanya kerugian negara.

"Saat ini sedang dibahas oleh Pansus. Kita dorong agar ditindaklanjuti aparat hukum, karena kerugian negara mencapai miliar rupiah," ujarnya.

Ia menjelaskan, pada tahun 2018 terdapat tiga SK yang diterima yakni SK dari Kepala BKN, Menpan RB dan Kementerian Dalam Negeri kepada seluruh Pemda mulai tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota tentang pemberhentian PNS yang terlibat Korupsi.

Untuk keseluruhan Indonesia, tercatat sebanyak kurang lebih 9 ribu orang. Meski demikian, hingga tahun 2019, pemda Rote Ndao melakukan pembengkangan dan tidak melaksanakan SK tersebut.

16 PNS Tipikor yang mestinya di berhentikan dengan tidak hormat tertanggal 31 Mei 2019. Namun, pada 24 April 2019, Bupati Rote Ndao menerima pengajuan keberatan secara administratif kepada pemerintah, sehingga dari 15 PNS dicabut SK pemberhentiannya, sementara satu PNS diberhentikan secara permanen.

Dengan pencabutan SK pemberhentian, 15 orang ini pun kembali diaktifkan. Saat pengajuan gaji, diketahui, dua dari 15 PNS ini namanya sudah tidak tercatat di sistem kepegawaian. Sementara yang bersangkutan masih diberikan jabatan struktural.

"Tentunya ada tanda tangan secara administratif saat mereka menjabat. Bagaimana mungkin seorang PNS yang sudah tidak diakui, masih menjabat dan digaji? Dasar hukum apa yang dipakai," tegas politisi Partai Perindo itu.

Ia juga mengatakan, Pansus LKPJ Kabupaten Rote Ndao juga sudah mendapat penjelasan bahwa pemberhentian dan penghapusan nama ke 15 PNS ini sejak akhir Desember 2019.

"Artinya, dari 1 Januari 2020 sampai hari ini sudah 6 bulan lebih orang itu bekerja iilegal, karena satus PNS sudah tidak ada," ujarnya.

Meski demikian, selama bekerja, 15 PNS ini tetap mendapat gaji dan diberi tunjangan.

"Pemberian jabatan dan gaji dari bulan Januari sampai Juni. Kerjanya ilegal, lalu dasar pembayaran gaji oleh Pemda itu apa," katanya.

Ia menjelaskan, setelah disoroti Pansus DPRD,15 PNS itu tiba-tiba kembali diberhentikan Pemda.

"Saat ini mereka kembali diberhentikan, sementara Pemda selama ini membayar gaji mereka," tandasnya.

Ia menjelaskan, ada perintah peraturan pemerintah bahwa bagi PNS yang sudah berkekuatan hukum tetap putusannya, mestinya diberhentikan, namun jika masih diaktifkan, maka ada dugaan kuat terjadinya kerugian keuangan negara.

"Ini bisa kita katakan sudah ada kerugian negara. Mereka ada gaji pokok ada tunjangan, ada uang perjalanan dinas apalagi yang masuk dalam anggaran pemerintah itu dia ada honor pengelola cukup besar sehingga negara mengalami kerugian miliaran rupiah," tegasnya.

Dugaan kerugian negara ini disebabkan akibat adanya SK dari pimpinan atau pemberi SK.

"Pemberi SK yang harus bertanggung jawab. Kalau soal hukum nanti kita serahkan ke penegak hukum. Yang mengeluarkan adalah Bupati Rote Ndao. Dia yang tanda tangan karena secara kewenangan ada di Bupati," tuturnya.

Secara Terpisah, Bupati Rote Ndao, Paulina Haning Bullu saat dikonfirmasi wartawan fia ponselnya Senin (20/7/2020),tidak banyak berkomentar.

"Itu dia punya tanggapan, saya tidak ada urusan, no coment, saya tidak mau menanggapi orang-orang yang tidak bertanggungjawab,"ungkapnya dari balik telephone.(AL)
×
NewsKPK.com Update