Notification

×

Iklan

Iklan

Dilepaskan Di Tengah Ancaman Pandemi Virus Corona, Perilaku Napi Semakin Tak Terkendali

Senin | 4/13/2020 WIB Last Updated 2020-04-13T11:56:12Z

Jakarta - Presiden Joko Widodo diminta segera bersikap dan melakukan pencopotan terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly.

Lantaran, kebijakan Menkumham Yasonna H Laoly dianggap telah mengelabui Presiden Joko Widodo, terkait pembebasan lebih dari 30 ribu Nara Pidana (Napi) dari dalam penjara.

Pakar Hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu menyampaikan, sejak awal penanganan pandemic Virus Corona atau Covid-19, semua pihak sudah mewanti-wanti agar Pemerintah bersikap bijaksana dalam mengambil tindakan.

Namun, salah satu biang masalah, yakni upaya Menkumham Yasonna H Laoly yang membebaskan lebih dari 30 ribu Napi, kini semakin memperburuk situasi di Indonesia.

“Sudah sepatutnya Presiden Joko Widodo segera melakukan evaluasi atas pembebasan lebih dari 30 ribu Napi yang dilakukan Menkumham itu. Di situasi pandemi Covid-19 ini, dengan dibebaskannya para napi itu, masalah-masalah baru terus bermunculan. Sejak semula, sudah banyak pihak juga yang meminta Presiden segera mengganti atau mengevaluasi Menkumham,” tutur Nikson Gans Lalu, di Jakarta, Minggu (12/04/2020).

Pembebasan terhadap lebih dari 30 ribu Napi oleh Menkumham Yasonna H Laoly, lanjut Nikson Gans Lalu, tidak terlihat ada efek positif untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, sebagaimana dijanjikan Menkumham. Malah, tindakan-tindakan kriminalitas terus meningkat, yang diakibatkan oleh para Napi yang mendapat asimilasi pembebasan dari Menkumham Yasonna H Laoly itu.

“Dari pendekatan sosioligis dan krimologis, sudah banyak Napi yang dibebaskan itu berulah lagi. Melakukan tindakan-tindakan kriminal. Membuat kondisi masyarakat dan Negara Indonesia kian terancam. Sedangkan ancaman Covid-19 saja masih membuat kita sangat kerepotan, kok ditambah lagi dengan pembebasan Napi yang juga berulah setelah dibebaskan,” beber pengajar Ilmu Hukum di Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.

Nikson Gans Lalu, yang pernah berorganisasi kemahasiswaan di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ini, mengatakan, sebagai sesama anggota organisasi yang sama, dirinya pun sudah pernah mengingatkan Menkumham Yasonna H Laoly untuk tidak mengambil kebijakan yang tidak tepat di masa pandemic virus corona ini.

Sebagaimana diketahui, sebelum menjadi Menkumham, Yasonna H Laoly adalah politisi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Selain itu, semasa mahasiswa Yasonna H Laoly juga pernah menjadi anggota dan pengurus GMKI. Bahkan, tahun sebelumnya, Yasonna H Laoly pernah menjadi Ketua Umum Pengurus Nasional Perkumpulan Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PNPS GMKI).

“Menjadi salah satu kewajiban Warga Negara Indonesia, untuk menyampaikan dan mengusulkan adanya evaluasi kepada Presiden Joko Widodo. Sebab, seingat saya, Pak Jokowi juga beberapa kali berjanji akan mendengar dan menerima masukan masyarakat, termasuk berjanji untuk melakukan reshuffle  bagi anggota Kabinetnya yang dinilai berkinerja buruk, apalagi di masa pandemic Covid-19 seperti sekarang,” tutur Nikson Gans Lalu.

Nikson menyampaikan, jangan sampai makin banyak dampak yang kian buruk yang terjadi dengan dibebaskannya lebih dari 30 ribu Napi oleh Menkumham Yasonna H Laoly itu.

“Realistis saja, sekarang masyarakat umum saja dirumahkan, stay at home. Dan mungkin kesulitan memenuhi makan dan minumnya. Sebagian lagi masih pengangguran. Nah, Napi yang mendapat asimilasi itu, kebanyakan belum memiliki pekerjaan yang bisa menghidupi dirinya di luar. Tentulah, sangat berpotensi kembali lagi melakukan kejahatan dan kriminal lagi,” tuturnya lagi.

Sebagaimana diberitakan, sejumlah Napi yang dibebaskan berulah lagi. Melakukan kriminalitas. Terjadi di sejumlah daerah. Lebih jauh, bukan hanya berulah kembali lagi melakukan kriminalitas, lanjut Nikson Gans Lalu, sejumlah Napi lainnya yang masih di dalam penjara, juga mengalami kecemburuan. Karena tidak dilepas juga.

Seperti yang terjadi di Lapas Manado, Sulawesi Utara. Ratusan Napi berontak dan mendesak ingin dikeluarkan juga. Mereka akhirnya bentrok dengan petugas dan membakar Lapas.

“Kondisi sosial ekonomi kita sedang rapuh. Jangan lagi ditambah dengan tindakan yang malah kontraproduktif. Sebaiknya, Presiden Joko Widodo segera bertindak,” tutup Nikson Gans Lalu.

Sebelumnya, hal yang sama juga didesak Indonesia Corruption Watch ( ICW). ICW mendesak Presiden Joko Widodo segera mencopot Yasonna Laoly dari jabatan Menteri Hukum dan HAM.

Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Yasonna sudah terlalu banyak menimbulkan kontroversi selama menjabat sebagai Menkumham.

“Yasonna ini sudah terlalu sering membuat kontroversi dan kami sudah berulang mendesak agar ia dicopot. Tapi itu juga tidak diindahkan dan rasanya ia (presiden) menikmati kontroversi yang dihasilkan Yasonna,” kata Kurnia dalam diskusi online yang diselenggarakan Kode Inisiatif.

Beberapa kontroversi Yasonna disebutkan Kurnia antara lain, terkait revisi UU KPK dan revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Yasonna bahkan diduga tidak melaporkan secara rutin dan terperinci hasil pembahasan undang-undang dengan DPR kepada presiden.

“Belum selesai dengan revisi UU KPK, lalu UU MD3 beberapa tahun lalu, meski tidak ditandatangani presiden. Bahkan diduga Yasonna tidak melaporkan hasil pembahasan regulasi kepada presiden,” ucapnya.

Belum lagi polemik dan teka-teki keberadaan eks Caleg PDI-P Harun Masiku yang disebut terlibat dalam kasus dugaan suap dengan salah satu mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Menurut Kurnia, Yasonna memiliki banyak kepentingan karena menduduki jabatan Menkumham sekaligus Ketua DPP PDI-P.

Kurnia menilai berbagai fakta dan peristiwa tersebut mestinya cukup menjadi bahan pertimbangan Jokowi mencopot Yasonna.

“Ini harus menjadi bahan pikiran Presiden untuk tetap mempertahankan Yasonna di kabinet. Sekarang ini Menkumham juga Ketua DPP PDI-P, sehingga kebijakan-kebijakannya cenderung bias antara pribadi, politik, dan pemerintah. Tidak ada hal yang salah dan tidak bertentangan dengan keadilan jika Presiden mencopot Yasonna,” tegas Kurnia.

Apalagi, lanjut Kurnia, DPR dan pemerintah akan melanjutkan pembahasan revisi UU Pemasyarakatan (RUU PAS).

Kurnia memandang Jokowi perlu bersikap tegas untuk membatalkan RUU PAS, karena dianggap tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Ia menilai substansi RUU PAS secara umum memberikan keringanan hukuman bagi narapidana korupsi. “Artinya perspektif negara lagi-lagi tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi,” ujarnya.***
×
NewsKPK.com Update