Notification

×

Iklan

Iklan

Mengkritik Pemerintahan Tentang 10 Fasilitas Kemewahan di rumah dinas Bupati Batu - Bara

Sabtu | 11/30/2019 WIB Last Updated 2019-11-30T02:27:18Z
Batu Bara --Sumut -- Beragam pendapat masyarakat di Kabupaten Batu Bara terkai hal  inipun semakin liar. Opini dan resume  terkesan berlandaskan sikap emosional oknum yang hendak mencari dan mendapatkan keuntungan pribadi.

Beredarnya rumor  yang mem-framing seolah Bupati Batu Bara Ir.Zahir, M.AP hidup bermewah-mewah dengan 10 fasilitas yang diperuntukkan bagi Rumah Dinas (Rumdis)  menggelinding bagaikan bola salju.

Kondisi ini mengundang perhatian salah seorang tokoh muda pejuang pemekaran Kabupaten Batubara, MA Syahuri Nainggolan yang saat ini beraktivitas sebagai Pemerhati Lingkungan Sosial dan Kemasyarakatan di Batubara dari LEM-BB (Lembaga Elemen Masyarakat Batu Bara).

Disebuah warung kopi dibilangan Kelurahan Lima Puluh Kota  Kecamatan Lima Puluh, Jum'at (29/11/2019)  Nainggolan mengatakan bahwa kritik yang dilontarkan kepada pemerintah hendaknya berbasis kepentingan orang banyak dan bukan sebab adanya permintaan pribadi yang tidak diakomidir lantas berbuntut negatif.

"Soal tudingan 10 fasilitas mewah, kami rasa sumber datanya sangat begitu dangkal. Substansi kerangka beritanya sangat tidak menunjukkan sebuah kritik yang konstruktif. Kami nilai hanya merupakan opini serta sikap emosional si penulis berita saja", ujar Nainggolan.

Senada, RR Samosir ST, M.I.Kom merupakan pemerhati Reformasi dari Lingkar Rumah Rakyat  (LRR) Sumut menjelaskan bahwa sejatinya belum ada regulasi atau payung hukum peraturan yang melarang disekitar Rumdis Kepala Daerah tidak boleh dibangun sebuah pendopo ataupun joglo.

"Kan gak jelas siapa dan pihak mana yang keberatan soal pembangunan pendopo atau joglo disekitar rumah dinas Bupati tersebut. Jadi kalau mau cari sensasi maunya jangan asal. Apalagi data dasar dari pemberitaan cuma bersumber dari LKPP, janganlah asal cuma demi ingin membunuh karakter seseorang", ketusnya.

Dikatakan Samosir apabila ada dugaan mark-up pembiayaan suatu pekerjaan pasti ada aturan mainnya.

"Jadi begini ya.., kalau ada mark-up dalam pembiayaan proyek tersebut, itu nanti jadikan sebagai temuan. Tapi soal temuan juga ada aturan mainnya, biasanya setelah audit BPK RI yang dibukukan dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan), akan diminta pengembalian kelebihan uang. Setelah tidak dilaksanakan maka barulah masuk ke ranah pidana", ungkap Samosir.

Diakhir perbincangan,  Samosir juga mengingatkan bahwa seyogianya seorang Kepala Daerah tidak lantas mempertontonkan kemewahan yang berlebihan, apalagi jika hal itu akan sangat  kontras atau berbanding terbalik dengan kehidupan ekonomi masyarakat luas didaerah tersebut.

"Angka pembiayaan yang disebutkan yakni Rp. 687 juta kami rasa belum dalam kategori fantastis, apalagi seorang Kepala Daerah juga berhak nyaman dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Namun revitalisasi Rumdis harus tetap tercatat sebagai Aset Daerah", pungkasnya.

Rahmat Hidayat.
×
NewsKPK.com Update