Notification

×

Iklan

Iklan

Pemerintah Jokowi-JK Persembahkan Laut untuk Si Marhaen

Minggu | 2/17/2019 WIB Last Updated 2019-02-16T23:35:35Z

Jakarta-  Dewan Pimpinan Nasional Keluarga Besar Marhaenis mengadakan Diskusi Media II dengan tema "Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Dalam Era Jokowi-JK." yang diselenggarakan di Aula Keluarga Besar Marhaenis di Central Cikini Building, Gd.Impression, Jl. Cikini Raya 58A, Lantai 4, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat 16/02.

Diskusi yang di moderatori oleh Ahmad Tabroni yang juga aktivis organisasi Nelayan ini, dibuka oleh Revrison Baswir selaku Ketua (Bidang Ekonomi) Dewan Pimpinan Nasional Keluarga Besar Marhaenis sekaligus memberikan pengantar diskusi dan sekaligus menutupnya.

Dalam pengantarnya Revrison mengatakan
pemerintahan Jokowi-JK memperlihatkan komitmen mereka terhadap pengamalan Pasal 33 ayat 3 di sektor kelautan dan perikanan dengan menegakkan kembali kedaulatan Indonesia di sektor kelautan dan perikanan, yaitu pertama, dengan memerangi praktik ilegal, unreported and unregulated fishing (IUU Fishing), dengan cara menenggelamkan kapal-kapal nelayan asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia. Dalam periode 2015 – 2017, terdapat 317 kapal nelayan asing yang sudah ditenggelamkan; kedua, penerbitan regulasi yang berpihak pada si marhaen (Nelayan kecil) dengan diterbitkannya Peraturan Menteri KKP No. 02/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) Dan Pukat Tarik (seine nets). Menurut Permen ini, terhitung sejak 1 Januari 2017, kapal jenis Pukat Hela dan Pukat Tarik tidak akan dibenarkan lagi melaut. Jumlah kapal yang akan terkena dampak kebijakan ini diperkirakan mencapai 38 ribu unit. Ketiga, menerbitkan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan.

Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam. Sesuai amanat UU tersebut, sekurang-kurang terdapat lima hal yang harus dilakukan oleh negara untuk melindungi nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam, yaitu: a) menyediakan prasarana dan sarana; b) memberikan kepastian usaha; c) meningkatkan kemampuan, kapasitas, dan Kelembagaan Petambak Garam; d) menumbuh kembangkan sistem dan Kelembagaan pembiayaan yang melayani kepentingan usaha; dan e) melindungi dari risiko bencana alam dan perubahan iklim.

Berdasarkan ketiga tindakan sebagaimana diatas dapat disaksikan betapa kebijakan pemerintahan Jokowi-JK tidak hanya tertuju pada peningkatan kesejahteraan nelayan secara umum, tetapi langsung menukik pada peningkatan kesejahteraan nelayan kecil atau si marhaen.

Adapun Pembicara yang hadir dalam diskusi ini antara lain Riza Damanik (Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia), Budi Laksana (Ketua Umum Serikat Nelayan Indonesia) dan Andre Notohamijoyo (Pegiat dan Pengamat Perikanan dan Kelautan).

Riza Damanik dalam paparannya mengatakan bahwa laut mempunyai potensi yang besar terkait dengan pangan, karena bicara pangan tidak cukup hanya pangan di darat saja, sumber protein hewani  yaitu ikan mempunyai kontribusi yang cukup besar sekitar 50 persen, yang mana era orde baru asupan protein hewani sekitar
18 kg/kapita sekarang meningkat hingga 50 kg/kapita, dan Nelayan lah yang memastikan asupan protein hewani itu bisa kita konsumsi, jadi Nelayan mempunyai posisi yang sangat strategis.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia ini juga menyampaikan karakter Nelayan, pelaku perikanan adalah pelaku ekonomi kecil, jadi terkait Nelayan sangat tepat menjadi issue oleh Keluarga Besar Marhaenis, karena ini terkait problematika Marhaen yang bersama - sama perlu di urai dan mencari solusi bersama.

Saat ini upaya Pemerintahan Jokowi-JK sangat optimal yang mana terkait ketimpangan penguasaan ikan, tertawa yang mana saat ini potensi ikan meningkat menjadi 12,7 digit, dari sejak kemerdekaan yang data potensi ikan selalu berada pada posisi 1 digit, nah potensi itu harus bisa dijawab dengan menggantikan kapal-kapal luar dengan kapal-kapal Indonesia dan kapal nelayan, terkait dengan permodalan (pinjaman berbunga tinggi) atau perniagaan yang tidak adil (masalah tengkulak), Pemerintah saat ini telah hadir dengan skema pemodalan bank dan non bank yaitu melalui Kredit Usaha Rakyat, dan Bank Mikro Nelayan (Produk non KUR oleh Badan layanan Umum untuk Nelayan), selain itu juga Asuransi Nelayan ujarnya.

Riza mengatakan potensi lahan 17,3 juta Ha dari perikanan budidaya dan baru 1,3 juta hektar yang optimal, prototipe tersebut dapat mengambil manfaat dari program perhutanan sosial sekitar 12,7 juta ha yang di dalamnya terdapat juga hutan pantai, seperti di Muara gembong.


Budi Laksana menyampaikan optimisme dengan good will pemerintahan Jokowi-JK yang tidak lagi memunggungi laut dan nelayan yang selama orde baru penguasaan laut pengelolaan sangat sentralistik alhasil di tahun 2017-2018 Nilai Tukar Nelayan Naik sekitar 2%,  selain itu lahirnya produk hukum yaitu UU Perlindungan Nelayan dan program-program seperti Asuransi Nelayan, Sertifikakasi Lahan Nelayan, KUR Mikro Nelayan, Bank Mikro Nelayan, Bedah Rumah Nelayan sangat membantu Nelayan.

Ketua Umum Serikat Nelayan Indonesia ini menyatakan bahwa 90 % ikan yang kita konsumsi di hasilkan oleh nelayan kecil, di hasilkan si marhaen. oleh karena itu perlunya dorongan dan solusi untuk membantu Nelayan terkait dengan KUR Mikro Nelayan yang hanya terserap 5%, sedangkan lainnya terserap lebih di retail atau perdagangan,  persoalan bahan bakar (SPBU) untuk nelayan juga  penting untuk segera direalisasikan untuk Nelayan kecil, selain itu pemerintah (Pembentuk Undang - Undang) perlu segera melakukan sinkronisasi dan harmonisasi Undang - Undang agar tidak multitafsir misal terkait definisi nelayan kecil di UU Perikanan diatur Kapal Tangkap 5 GT sedangkan UU perlindungan Nelayan 10 GT ujar Budi.

Andre Notohamijoyo dalam paparannya menyampaikan bahwa pada bulan Oktober 2018 telah dilaksanakan Asean Tuna Eco Labeling sebagai kegiatan guna memenuhi tuntutan pasar ekonomi dunia, sayang kegiatan ini merupakan inisiatif dari Multi Nasional Corporate bukan negara.

Terkait Tuna yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi, yang merupakan ikan plagis (hidup dipermukaan laut) merupakan ikan yang berada di wilayah southern yaitu potensi besar ikan tuna berada di Indonesia, namun perlu diketahui bersama di samudera hindia dan samudera pasific, ada organisasi yang mengatur penangkapan tuna.

Penghasil tuna di dunia 26,2 % berada di Asia Tenggara dan  Indonesia berkontribusi sekitar 63 %, artinya Indonesia pemain dunia soal produsen tuna, namun perlu diketahui penghasil tuna terbesar berada di Afrika yaitu di Seasles, padahal negara kecil di Afrika. Ada beberapa hal yang perlu di agregasi terkait persoalan Nelayan, Perikanan dan Kelautan antara lain budaya melautnya misal di Padang, Nelayan menguapikan tidak sampai di Mentawai, sedangkan di Bitung terkait dengan Problematika di kapalnya, sehingga perizinan kapal perlu dipermudah, apalagi bila melakukan penangkapan tuna bukan harian tapi harus intensif maka diperlukan kapal - kapal penampung yang besar yang sebenarnya bisa dilakukan oleh BUMN Perikanan misal Periodo dan Perinus dalam rangka memperbesar jumlah produksi tangkap yang bekerjasama dengan nelayan-nelayan kecil, namun realitanya Kapal BUMN kecil-kecil dan sedikit ujarnya.

Andre mengatakan Norwegia merupakan penghasil besar hanya jenis salmon dan chord, namun Indonesia dapat berpotensi penghasil tuna terbesar dunia dan banyak jenis-jenis yang lain yang potensinya tidak dimiliki negara lain, selain itu pentingnya menjaga ekosistem terkait perikanan dan kelautan misal Demak misalnya, kepiting rajungan, saat ini ekspor nya belum bisa terpenuhi, namun terdampak karena pencemaran, selain itu terkait pelabuhan tradisional, misal di DIY, Gunung Kidul belum optimal dan belum didukung sarana prasarana yang memadai ujar Andre.

Dalam tersebut juga berkembang persoalan garam, terutama garam Industri pentingnya BUMN Garam melakukan konsolidasi atau bekerjasama dengan penambak garam dalam cluster 15 Ha dalam suatu koperasi, guna memenuhi kuantitas, kualitas dan harga nasional serta kemanfaat ekonomi bagi para penambak garam selain itu juga program - program pemerintah saat ini dapat menyelamatkan sekitar 8.000 UMKM Perikanan dari persoalan utang. Bie
×
NewsKPK.com Update