Notification

×

Iklan

Iklan

Aneh, Tergugat Enggan Bayar Ganti Rugi Tanah Oehandi

Kamis | 11/11/2021 WIB Last Updated 2021-11-11T11:50:01Z
Leonard Haning Pemilik Tanah Oehandi



ROTE NDAO – Proses persidangan perkara ganti rugi kepemilikan tanah, yang terletak di desa  Oehandi,seluas 4,5 hektar  di Kecamatan Rote Barat Daya (RBD) Kabupaten Rote Ndao,Provinsi Nusa Tenggara Timur(NTT) 

dengan Agenda mediasi

yang digelar Kamis(11/11/2021) pagi, di pengadilan Negeri Rote Ndao ternyata gagal. 


Hal tersebut juga dibenarkan oleh Kabag Hukum Setda Kabupaten Rote Ndao,

Hanggry M.J. Mooy, SH.M.Si,ketika dikonfirmasi wartawan(Kamis 11/11/2021) sore Via WhatsApp

dikatakan Kabag Hukum" bahwa memang benar hari ini ada sidang dengan agenda mediasi para pihak dan hasil mediasi tadi gagal,dikarenakan para pihak tetap pada pendirian masing masing,dimana pihak tergugat tidak mau membayar ganti rugi,dan sebaliknya pihak pengugat menuntut adanya ganti kerugian sehingga dengan demikian maka berlanjut pada pokok perkara oleh karena mediasi tidak mencapai kesepakatan atau tidak ada hasil" Ungkap Kabag Hukum. 


Sementara itu Persidangan dengan Agenda mediasi  tersebut dinyatakan gagal seperti yang dilansir media Ciber Kupangterkini.com. 


Kuasa hukum Leonard Haning, mantan Bupati Rote Ndao dua periode, selaku penggugat, Rian Van Frits Kapitan SH, MH. membenarkan hal tersebut saat dikonfirmasi  menyatakan bahwa, para tergugat sudah mengakui tentang pembebasan tanah yang ditempuh secara prosedural sampai pada tahap pemanfaatan tanah milik kliennya dalam mediasi hari ini. 


“namun Tergugat selalu mengelak ketika diminta untuk membayar ganti rugi atas tanah di Oehandi dalam mediasi,”katanya.

Pada saat mediasi di persidangan tadi, hakim mediator mendengarkan tanggapan dari para pihak, baik penggugat maupun tergugat. 


“Tergugat juga sudah menyatakan bahwa benar tanah tersebut  milik pak Lens Haning di Oehandi itu telah ditempuh sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku yakni mulai dari tahap perencanaan hingga tahapan pengganggaran, namun ketika mau dieksekusi atau pembayaran oleh para tergugat, mereka tidak melaksanakan itu, sehingga kami sangat dirugikan,” ujarnya. 


Saat ditanyakan besaran ganti rugi tanah milik kliennya, dosen FH UKAW ini menyatakan besaran nilai ganti rugi yang dituntut dalam gugatan sebesar Rp 2.400.000.000 berdasarkan hitungan konsultan jasa penilai publik (KJPP) yang independen. 


“kami berharap tergugat mau berdamai di mediasi kali ini dan membayar ganti rugi agar perkara ini selesai di tahap mediasi, namun tergugat berkeras tetap tidak mau membayar dengan berbagai alasan,” ungkap Rian. 


Rian juga mengatakan bahwa, dirinya optimis gugatannya dikabulkan. “Saya optimis gugatan ini akan dikabulkan pengadilan, sebab semua tahapan pembebasan tanah milik klien saya telah ditempuh, kecuali ganti rugi kepada pak Lens Haning sebagai pemilik tanah, bahkan, diatas tanah tersebut sudah dibangun kantor camat, puskesmas, aula pertemuan serta rumah bagi tenaga kesehatan yang semuanya telah digunakan sejak tahun 2016/2017,” tambahnya. 


Disinggung terkait kedudukan tergugat pertama yaitu bupati Rote Ndao yang notabene istri dari penggugat, Rian mengatakan bahwa, dalam hukum acara perdata dan peraturan perundang – undangan terkait, tidak ada larangan penggugat mengajukan gugatan. “Benar, pembebasan tanah milik pak Lens Haning tidak ada larangan bagi penggugat sebagai warga negara untuk mengajukan gugatan terhadap pemerintah, kami menggugat bupati Rote Ndao, yang kebetulan saja istri dari pak Lens, siapapun bupatinya jika persoalan hukumnya seperti ini pasti akan kami gugat,” tegasnya. 


Berikutnya, Rian menyatakan bahwa biar pengadilan yang menilai apakah kliennya berhak atas ganti rugi atau tidak. “Karena sesuai dengan peraturan perundang – undangan, yang berhak menilai dan memutuskan sengketa ini adalah pengadilan,” lanjutnya.

Ia juga menghimbau agar semua pihak menghormati langkah hukum yang diambil oleh kliennya. “Kita boleh berdebat di medsos dan menggiring opini tentang duduknya persoalan ini kesana – kemari, namun saat di pengadilan, semuanya hanya persoalan argumentasi hukum dan bukti – bukti, tidak lebih,”ujarnya.(AL)

×
NewsKPK.com Update