Surabaya-newsKPK.com, Status tanah Medokan Semampir Timur DAM Surabaya, kembali disoal yang berdampak polemik yang tidak berkesudahan gegara dalam forum saling keukeuh hingga, belum adanya titik temu antara instansi Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) provinsi Jatim, BPN kota Surabaya, Kanwil BPN, Kelurahan dan Kecamatan setempat, Satpol PP Provinsi Jatim dan kota Surabaya, Biro Hukum Provinsi Jatim dan kota Surabaya dengan warga.
Dalam kesempatan forum, Dwi Ariyanti selaku, Penasehat Hukum yang mewakili ratusan warga yang tinggal di Medokan Semampir Timur DAM Surabaya, mengatakan, melanjutkan hasil forum yang disampaikan Russe selaku, dari instansi BBWS provinsi Jatim, pada pertemuan pekan lalu, bahwa area yang ditempati warga adalah sempadan sungai dengan berdasarkan Putusan Menteri PU 70 tahun 1996 batas sempadan sungai 50 meter namun, dari PERMEN itu batas sungai di sempurnakan tiap 5 tahun sekali. Berkaitan dengan hal itu, ada perubahan penetapan batas garis sungai pada KEPMEN 380/KPTS/2004 untuk daerah Medokan batas sempadan sungai 11 meter dari tepi sungai.
Dengan maksud tersebut, perubahan batas sungai bukan lagi mengacu pada batasan 50 meter tapi 11 meter.
Masih menurutnya, untuk wilayah Surabaya, dikeluarkan Perda Provinsi tentang kali Surabaya, batas sempadan sungai 3 hingga 5 meter dari bibir sungai berhubung perda ini bertentangan dengan PERMEN maka MENDAGRI memberi anjuran agar batas sempadan sungai dirubah 11 meter tidak seperti yang dikatakan Russe dari BBWS.
" Sehingga batasan sempadan sungai dirubah menjadi 11 meter tidak lagi seperti yang dikatakan Russe di forum pekan lalu.Warga menempati atau tinggal bukan pada sempadan sungai melainkan sisa sempadan sungai dari 50 meter menjadi 11 meter, " bebernya.
Lebih lanjut, Atas penempatan lebih dulu warga sebelum adanya, pelepasan batas sempadan sungai melalui KEPMEN 380/KPTS/2004 secara fisik warga sudah menguasai lebih dulu.
Dasar dikeluarkannya KEPMEN 380/KPTS/2004 adalah untuk kesejahteraan rakyat.
Upaya lain, anjuran DPRD Provinsi Jatim, agar segera mengajukan hak serta adanya rekom Gubernur Jatim, Pak De Karwo agar ditindak lanjuti oleh, Tri Rismaharini selaku,Walikota Surabaya, agar dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).Sayangnya, rekom tersebut, terhenti hingga sekarang dan kembali disoal.
Sesi berikutnya, Wardoyo yang juga salah satu perwakilan dari ratusan warga mengatakan, menyayangkan pejabat daerah yang tidak ikuti KEPMEN yang di pusat Jakarta. Pada tahun 2004 dikeluarkan KEPMEN tak selang beberapa lama warga di beri surat teguran oleh, Satpol PP Provinsi Jatim namun kemudian landai.
" Dasar hukumnya KEPMEN sangat jelas, untuk kesejahteraan rakyat. Ia meminta kepada semua instansi jangan diutak-atik aturan yang sudah ada," pintanya.
Russe dari Instansi BBWS, mengawali jawaban berupa, jawaban secara normatif bahwa PERMEN 70 sudah jelas ketetapannya dan sebagian lampiran pasal 12 permukiman diatur disebutkan, masyarakat yang ada disana diberi batas toleransi 5 tahun aturan dalam perda 9.
Kata kunci disampaikan tidak boleh ada bangunan disitu.
Sedangkan, jawaban dari BPN kota Surabaya, senada dengan Kanwil BPN yaitu, melalui Agung mengatakan, terkait data belum lengkap guna dibawa ke forum. Lokasi tanah yang disampaikan dikelurahan sesuai peta tata ruang adalah hijau. Untuk status hak diterbitkan peta bidang dan terbit sertifikat atas nama Budi Santoso seluas 6496 meter keadaan tanah pekarangan yaitu, bekas tanah yasan.
Bagian hukum Pemkot Surabaya, dalam penjelasan sepakat yang disampaikan Provinsi Jatim, yaitu, Masrur mengatakan, terkait sempadan sungai mengacu pada regulasi yaitu, penetapan sempadan sungai itu ada kewajiban Menteri, Bupati, Gubernur yang menetapkan karena kewenangan masing-masing sungai bila menjadi milik Provinsi ditetapkan oleh Provinsi kalau Kota ditetapkan Kota.
Saling keukeuh belum ada titik temu. Dimungkinkan butuh jawaban Biro hukum Provinsi Jatim dan kota.red