Notification

×

Iklan

Iklan

Dirut Boneka PT. Ramaindo Putra Pratama Ditumbalkan Agar Diadili

Selasa | 2/25/2020 WIB Last Updated 2020-02-25T05:23:28Z

Surabaya-newsKPK.com, Ronald Ferdinand yang tak lain adalah Dirut PT.Ramaindo Putra Pratama (RPP) sejak tahun 2012 tak ubahnya sebuah boneka Nina Suzana dan Novel Wisnu Wardhana sang Komisaris PT.RPP. Pasalnya, Ronald Ferdinand menjadi tumbal guna duduk dikursi pesakitan lantaran,diduga PT.RPP dengan sengaja tidak menyetor pajak kepada negara atas perdagangan besar berupa alat rumah tangga maupun pelaksanaan yang bergerak di bidang jasa penyalur tenaga kerja outsourcing serta usaha bidang mekanikal dan elektrikal sehingga merugikan negara milyaran rupiah.

Dipersidangan ruang Garuda dengan agenda pemeriksaan terdakwa, dihadapan Johanis Hehamony selaku, Majelis Hakim dan Jolfis selaku, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Jatim, membeberkan, bahwa meski ia menjabat Dirut PT.RPP namun, tugasnya mengawasi dilapangan.
" Semuanya yang mengatur Nina dan Novel (almarhum)," ungkapnya.

Masih menurutnya, setahu terdakwa PT.RPP terdaftar sebagai perusahaan wajib pajak di area Krembangan Surabaya, dan ada salah satu karyawan yang mengurusi.

Saat penangkapan terdakwa di serahi guna menjalankan pergerakan perusahaan karena Nina saat itu dalam keadaan berobat ke China.
" terdakwa meneruskan pekerjaan karena Nina dalam keadaaan berobat dan takut akan diputus kontrak kerjasamanya dengan PT.Pertamina karena suaminya ( Novel sudah meninggal )," paparnya.

Hal lainnya, ia menambahkan, kontrak dengan PT.Pertamina meliputi pekerjaan dalam bidang pembuatan room dan jasa  penyediaan tenaga kerja. Pekerjaan tersebut tertuang dalam kontrak dan ada surat perjanjian kerjasama.
" Penandatanganan surat perjanjian diakui bahwa terdakwa yang melakukan tanda tangan serta sesuai kesepakatan kontrak kerjasama proses pembayaran sudah include (memasukan barang) ," imbuhnya.

Lebih lanjut, terdakwa menerangkan, bahwa terdakwa sudah tidak ingat, berapa besaran PPN (pajak pertambahan nilai) karena yang melakukan pemungutan pajak maupun yang berwenang setor ke negara adalah PT.RPB.

Pengakuan terdakwa lainnya, yaitu, terdakwa mengaku telah melakukan tanda tangan pada blangko kosong.
" Ia melakukan tanda tangan pada blangko kosong karena mendapat amanah dari Nina agar membantu pekerjaan," bebernya.

Kecerobohan terdakwa dengan membantu pekerjaan dan sedia melakukan tanda tangan pada blangko kosong berdampak ia harus duduk dikursi pesakitan guna mempertanggung jawabkan perbuatannya, sebagai konsekuensi secara personifikasi sebagai Dirut PT.RPP dan konsekuensi lainnya aset-aset perusahaan akan disita oleh negara.

Secara terpisah, JPU saat ditemui  newsKPK.com, mengatakan, bahwa terdakwa keukeuh telah mengundurkan diri pada Maret namun, sebagaimana fakta persidangan dan bukti-bukti surat ternyata terdakwa setelah Maret masih melakukan tandatangan selaku,Dirut PT.RPP.

Pihak kami berkeyakinan," bahwa terdakwa masih aktif selaku, Dirut PT.RPP maka pihaknya menjerat terdakwa sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 39 ayat (1) huruf i ( pungut tidak setor ) dan  pasal 39 ayat (1) huruf d (menyampaikan SPT yang isinya tidak benar)," ujarnya.

Masih menurutnya, keterlibatan pihak lain dalam perkara ini, Nina telah almarhum sedangkan, pengakuan versi terdakwa dimuka persidangan adalah wajar dan kami sendiri berkeyakinan bahwa jelas terdakwa bertanda tangan maka yang bertanggung jawab adalah terdakwa.

Disinggung terkait kerugian negara sebesar 2,8 milyar dan konsekuensi hukum aset-aset perusahaan apakah akan turut disita oleh negara, Jolfis menerangkan, " terkait penyitaan bergantung apa aset-aset tersebut masih ada atau hanya tinggal nama saja," pungkasnya sembari mengakhiri.    MET.
×
NewsKPK.com Update